Gunakan Pendekatan Berbasis Masyarakat Lokal, Festival "Mula Bukaning" Kolektif Hysteria Ramai Diserbu Pengunjung

images

Jateng

Tim Jateng Report

01 Agt 2024


Festival "Mula Bukaning" di Kelurahan Ngijo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, yang diadakan pada Sabtu, 27 Juli 2024, berlangsung meriah dengan kehadiran warga setempat yang antusias mengikuti acara hingga selesai.

Berbagai pertunjukan tradisional, ritual, dan kegiatan seni modern turut memeriahkan Festival Mula Bukaning, yang diinisiasi oleh Kolektif Hysteria dari Kota Semarang.

Berbeda dari tujuh festival kampung sebelumnya, Kolektif Hysteria memilih Kelurahan Ngijo sebagai langkah awal untuk membuka tempat berkolektif baru di sana.

Menurut, Kepala Proyek Festival Yasin Fajar, Kolektif Hysteria sedang membangun basecamp dan kantor baru di Kelurahan Ngijo dan akan segera pindah ke sana.

"Lokasinya (festival) di Grobak Art Site Hysteria. Kebetulan memang sedang membangun kantor atau basecamp baru di sana," jelas Yasin Fajar.

Mengusung tema "Di bumi dipijak, di sana langit dijunjung", nama festival ini mencerminkan langkah pertama sebagai pendatang yang akan menjadi bagian dari komunitas setempat. 'Mula' berarti awal dan 'Bukaning' berarti pembukaan, sehingga jika digabungkan bermakna 'pembukaan awal'.

"Mula Bukaning diangkat sebagai festival yang menggunakan pendekatan berbasis identitas masyarakat Ngijo dan demografi wilayahnya," kata Yasin.

Tujuan utama festival ini adalah untuk saling mengenal antara warga, Kolektif Hysteria, dan para seniman yang terlibat, melalui kultur, budaya, seni, tradisi, hingga rutinitas sehari-hari, agar bisa saling memahami dan menerima.

"Perlu ada laku yang saling memahami, terutama bagi pendatang yang perlu memahami lingkungan sekitarnya. Begitu pun sebaliknya, lingkungan sekitar bisa menerima kedatangan si pendatang," jelas Yasin.

Pendekatan seni dan budaya yang dilakukan juga berlandaskan akar tradisi warga setempat, yang kemudian dirangkai dalam agenda festival. Beberapa di antaranya adalah reresik sendang dan bancaan, forum diskusi bertajuk "Memaknai Sendang meski Zaman Tak Lagi Sama", pagelaran Leak dari kelompok Wahyu Turonggo Jati, kuda lumping dari Dharma Muda, pertunjukan gedruk dari Prabu Erlangga, hingga live sketch dari Semarang Sketch Walk (SSW).

Yasin menyebut agenda tersebut ramai dikunjungi warga sekitar, meskipun bukan ritual rutin seperti Sadranan yang biasa digelar di Ngijo, sebagaimana dijelaskan oleh salah satu tokoh masyarakat, Eko.

"Kalau di sini yang rutin adalah Sadranan. Biasanya dilaksanakan di bulan Rajab, hari Kamis Wage," kata Eko.

Adat Sadranan di Sarean Setono (Ngijo) sudah berlangsung lama dan terkait dengan makam pendiri kampung, Kiai Asari, yang dikenal memiliki 'gaman' atau senjata berupa pecut dan kebo giro.

Festival "Mula Bukaning" adalah salah satu dari delapan festival kampung yang masuk dalam Program Purwarupa di bawah Platform PekaKota dari Kolektif Hysteria. Seperti festival lainnya, Hysteria mempertahankan fokusnya pada potensi seni, budaya, dan tradisi lokal jejaring kampung dalam setiap gelaran, dengan mempertimbangkan peran seni, budaya, dan tradisi dalam pembangunan kota, serta pelestarian sumber daya alam seperti mata air (sendang).

"Secara output tetap berupa festival dan panggung rakyat. Dengan begitu, tidak hanya memantik untuk meneruskan seni, tradisi, maupun budaya setempat, tetapi juga meningkatkan kesadaran dalam merawat dan melestarikan sumber daya alam setempat," tambah Yasin.

Yasin juga menyebutkan bahwa acara tersebut merupakan bagian dari Event Strategis Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI dalam Program Dana Indonesiana.

 

 

tag: jateng



BERITA TERKAIT